Pontianak.  Tak seorang pun bias menyangkal siapa sosok perancang lambing Negara Indonesia. Semua akan menjawab : Sultan Hamid II. Karya abadi pewaris tahta Kesultanan Pontianak itu dipertahankan sebagai lambang negara selama Indonesia ada.  Ternyata karya dan jasanya seperti dilupakan begitu saja. Sultan Hamid II tak kunjung dianugerahi gelar pahlawan nasional. Ketua Umum Yayasan Sultan Hamid II, Anshari Dimyati, mengatakan pengajuan Sultan Hamid II sebagai pahlawan nasional sudah dilakukan sejak 2016 silam.  “Sebelumnya, kita sempat bertemu Ibu Khofifah (Mensos saat itu), audiensi dengan beliau. Dia bilang ajukan, apalagi dari Kalimantan belum ada,” ceritanya kepada Rakyat Kalbar, Ahad (10/11) malam.  Sampai 2017 segala macam persyaratan administrative, dokumen yang diminta coba dipenuhi sesuai dengan UU Kepahlawanan. “Sampai akhirnya berkas tersebut dinyatakan lengkap. Bahkan kata orang Kemensos berkas kita jauh lebih lengkap dari yang lain,” terangnya.  Setelah diajukan 2017 hingga 2019, Yayasan terus menunggu kabar yang tak kunjung ada hasilnya. “Kami heran, kenapa tidak ada kabar soal pengajuan Sultan Hamid II. Ternyata sudah keluar surat di Januari 2019. Tapi sayangnya kami baru tahu sudah di bulan Agustus,” ungkap Anshari.  Dari surat Kemensos tertanggal 22 Januari 2019 yang ditujukan ke Gubernur Kalbar perihal hasil pengusulan calon pahlawan nasional, yang diusulkan dari Kalbar yakni Sultan Syarif Hamid Alqadrie. J.C Oevaang Oeray, dan Gustirani Pangeran Natakusuma.  Ada tiga alas an yang mendasari keputusan Kemensos, bahwa Sultan Hamid II tidak memenuhi syarat. DIdasari hasil penelitian, pengkajian dan pembahasan secara cermat serta mendalam dari Tim Peneliti Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP). Pertama, Sultan Hamid II dianggap telah berkonspirasi bersama Westerling, dan membuat pemberontakan dengan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Yang menyebabkan gugurny’a Kol. Lembong.  Kedua, Sultan Hamid II diakui merupakan orang yang turut serta mendesain lambang Negara bersama timnya. Dan ada dua orang yang memenangkan sayembara itu yakni Sultan Hamid dan M. Yamin.  Ketiga, Sultan Hamid II diakui dinilai telah berkonspirasi dengan Westerling dalam menjatuhkan Sultan Hamengkubuwono IX. Ia bahkan dijatuhi hukuman selama 10 tahun. Sampai saat ini hukuman itu masih berlaku dan bersifat inkracht.  Namun, ketiga alas an itu telah dibantah, melalui dokumen-dokumen yang dimiliki Yayasan Sultan Hamid II. “Makanya kami coba tanyakan itu. Ini dokumen yang kami sudah sampaikan dua troly yang kita bawa dari Pontianak dibaca atau gak dengan TP2GP”, ungkap Anshari.  Setelah pengajuan, secara administrasi di Kemensos, kemudian disidangkanlah oleh Tim Peneliti dan Tim Peneliti Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) di Jakarta oleh 13 tim. Barulah direkomendasikan ke dewan gelar dan presiden.  “Tapi berkas kita dibaca gak oleh Kemensos dan TP2GP? Dan memang saat rapat TP2GP yang bersifat tertutup. Sehingga bagaimana cara kami membantah? Kalau penolakannya sifatnya substantive seperti itu bagaimana kami mau memperbaiki,” tuturnya.

Satu Kali Lagi

Dalam surat penolakan itu, kata Anshari, Yayasan Sultan Hamid II masih diberikan kesempatan satu kali lagi mengajukan gelar pahlawan nasional. “Jadi tinggal satu kali lagi kesempapengajuan ditahun 2021. Karena jangka waktunya dua tahun,” ujarnya.  Namun yang menjadi masalah, kata Anshari bagaimana Yayasan Sultan Hamid II mau mengajukan lagi, sementara alasan penolakan mereka sifatnya substansial, yang telah dibantah dengan dokumen yang dilampirkan.  “Sementara TP2GP rapatnya tertutup. Kami tidak diberikan kesempatan memberikan argumentasi, memberikan penjelasan, memberikan klarifikasi dan seterusnya,” papar dia.  Sebelumnya, syarat administrasi pengajuan itu pun telah dianggap. Bahkan lebih lengkap dibandingkan yang lain. Namun terakhir kordinasi dengan Kemensos. Pihaknya kembali disuruh seminar dulu karena belum memenuhi syarat seminar nasional. Padahal, seminar di tanda terima itu telah dilampirkan, dan diceklis oleh petugas Kemensos.  “Ini salah satu catatan buruknya administrasi di Kemensos,” ungkap Anshari.

Akan Ajukan Kembali

Meski gagal, pada kesempatan kedua, Yayasan Sultan Hamid II akan kembali mengajukan gelar pahlawan nasional. “Sebelumnya kami harus mengclearkan semuanya. Kami kurang lengkapnya di administratif, atau substansi?,” kata Anshari.  Jika Yayasan Sultan Hamid II hanya diberikan kesempatan secara substansi, dengan tiga point penolakan tersebut maka pihaknya mempertanyakan  bagaimana cara membantah, alasan yang dinilai poslitis tersebut.  “Tadi dikatakan terlibat makarlah, ada alasan politislah antara Sultan Hamid II dengan Sultan Hamengkubuwono IX, itukan alasan politis semua. Lalu bagaimana kami membantah?,” ungkapnya.  Kemensos hanya bersifat administratif. Sementara kewenangan untuk memutuskan ada di dewan gelar dan TP2GP.  Anshari berharap pemerintah dapat memprioritaskan menetapkan Sultan Hamid II sebagai pahlawan Nasional. “Jokowi dengan hak priogratifnya, walaupun harus mengambil keputusan sendiri, dia memutuskan sendiri menetapkan Sultan Hamid II sebagai pahlawan Nasional,” pintanya.  Apalagi Sultan Hamid II dengan nama besarnya, sebagai perancang lambang negara, harus ada prioritas disitu.  “Kami akan tetap kooperatif dengan pemerintah, apa saya yang dia minta karena semua syarat sudah dipenuhi. Pemerintah pun harus lebih fair lah dengan perjuangan yang telah kita lakukan selama ini,” pungkasnya.

SH II Sangat Layak

Anwar Rube’i, Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), IKIP-PGRI Pontianak, menilai Sultan Hamid II sangat layak untuk ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Menurut Anwar, sebagai bentuk apresiasi atas kontribusinya merancang garuda Pancasila, yang kini dijadikan lambang Negara. “Sangat layak sekali, karena beliau perancang lambang Negara kita katanya kepada I Kalbar, Ahad (10/11) siang. Secara pribadi, Anwar kecewa dengan tidak ditetapkan Sultan Hamid II sebagai Pahlawan Nasional. Dia yakin kekecewaan serupa dirasakan oleh masyarakat Kalbar bahkan di kalangan mahasiswa bertanya-tanya.  Mengapa sosok Sultan Hamid II tidak kunjung ditetapkan pemerintah sebagai pahlawan nasional. Padahal telah berjasa merancang lambang negara? “Sebab menurut mahasiswa beliau (Sultan Hamid II) layak dijadikan Pahlawan Nasional ungkapnya.  (Mahasiswa) kecewa terhadap keputusan pemerintah. Sultan Hamid II telah sukses merancang lambang negara. Namun tidak diapresiasi jasa dan kontribusinyapada negara.  Anwar mengatakan, ada beberapa hal yang menyebabkan gagalnya Sultan Hamid II ditetapkan sebagai pahlawan Nasional.  Pertama kata dia, Sultan Hamid II dianggap telah berkonspirasi dengan Westerling membuat pemberontakan dengan APRA yang menyebabkan gugurnya Kol. Lembong. “ini pertama konspirasi politik. Padahal itu tidak terbukti”, terangnya.  Tuduhan kedua dianggap berkonspirasi dengan Westerling untuk menjatuhkan Sultan Hamengkubuwono IX dan dijatuhi hukuman. “Namun kalau tidak salah Mahkamah Agung membebaskan beliau dengan tuduhan-tuduhan memberontak,” paparnya.  Kendati belum berhasil ditahun ini, Anwar yakin, kedepannya masih ada jalan. Namun perlu upaya memberikan bukti kuat kepada Presiden, Mentri dan stakeholder terkait, bahwa Sultan Hamid II layak dijadikan sebagai pahlawan nasional.  “Dengan begitu, rakyat Kalbar pasti bangga. Sebab menurut saya, beliau seperti pahlawan yang terbuang. Masyarakat tidak tau, ada masyarakat di Kota Pontianak yang telah berkontribusi merancang lambang negara,” paparnya.  Dirinya pun mendukung penuh upaya-upaya yang dilakukan pemerintah daerah, terutama Pak Gubernur, untuk kembali mengajukan Sultan Hamid II sebagai Pahlawan Nasional.  “Berkat doa dan dukungan masyarakat, saya yakin, kedepan upaya tersebut akan berhasil. Mungkin saat ini belum bias. Saya yakin suatu saat nanti akan berhasil,” pungkasnya.  Berikut ini nama penerima penganugerahan gelar Pahlawan Nasional pada 2019 :

  1. Ruhana Kuddus dari Sumatera Barat
  2. Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi (Oputa Yii Ko) dari Sulawesi Tenggara
  3. Prof. dr. M. Sardjito dari DI. Yogyakarta
  4. KH. Abdul Kahar Mudzakkir dari DI. Yogyakarta
  5. A.A. Maramis dari Sulawesi Utara
  6. KH. Masjkur dai Jawa Timur

Sumber : Rakyat Kalbar