Aplikasi iKalbar: Membangun Budaya Baca Masyarakat Kalimantan Barat di Masa Pandemi Covid-19

Penulis : Atiqa Nur Latifa Hanum & Fajar Al-Khooliqu Baaqii
Artikel telah diterbitkan di Record and Library Journal Volume 7, No. 1, 2021

0
355

Abstract

Background of the study: West Kalimantan was in 31st position with a score of 28.36 for the Provincial Reading Literacy Activity (Alibaca) index. It’s means that peaople’s reading interest is low.
Purpose: To improve the reading culture in West Kalimantan, there were digital library application called iKalbar.
Method: The data were was primary data sources taken from 1,224 respondents as the population and 93 respondents as the sample. It used a quota sampling technique. The data collection technique used descriptive analysis with SPSS 25.
Findings: The result on the accessibility dimension showed that te majority of respondents scored iKalbar as the comfortable and easy application for searching the books that they needed when their mobility was limited during the lockdown period. Meanwhile, on the reusability dimension, the majority of respondents scored it as the efficient and effective application, especially during the pandemic to look for the resources needed. It can be seen from the three dimensions of assessment of the reading culture of the people of West Kalimantan that the majority of respondents considered iKalbar application providing user friendly, especially in the features which was compatible for all the devices. Furthermore, the additional duration and number of books to be borrowed provided by the application resulted the improvement in accessing and reading electronic books in iKalbar application.
Conclusions: As people’s access to iKalbar increases, people will get used to the habit of accessing and reading electronic books. The habit that was started due to the momentum of the pandemic has encourage the growth of a reading culture among the community, although it has not shown a significant reading culture among the people of West Kalimantan.
Keywords: Digital Library; Reading Interest; iKalbar

Abstrak

Latar Belakang Masalah: Kalimantan Barat berada di posisi 31 dengan skor 28,36 untuk indeks Kegiatan Literasi Membaca Provinsi (Alibaca). Artinya minat baca masyarakat masih rendah.
Tujuan: Untuk meningkatkan budaya baca di Kalbar, telah ada aplikasi perpustakaan digital bernama iKalbar.
Metode: Data yang digunakan adalah sumber data primer yang diambil dari 1.224 responden sebagai populasi dan 93 responden sebagai sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah quota sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan analisis deskriptif dengan bantuan SPSS 25.
Hasil: Hasil pada dimensi aksesibilitas menunjukkan bahwa mayoritas responden menilai iKalbar sebagai aplikasi yang nyaman dan mudah untuk mencari buku yang mereka butuhkan ketika mobilitas mereka terbatas selama masa lockdown. Sedangkan pada dimensi reusability, mayoritas responden menilainya sebagai aplikasi yang efisien dan efektif, terutama pada masa pandemi untuk mencari sumber daya yang dibutuhkan. Terlihat dari tiga dimensi penilaian budaya baca masyarakat Kalimantan Barat yang sebagian besar responden menilai aplikasi iKalbar memberikan tampilan yang user friendly, terutama pada fitur-fitur yang kompatibel untuk semua perangkat. Selain itu, penambahan durasi dan jumlah buku yang akan dipinjam yang disediakan oleh aplikasi mengakibatkan peningkatan dalam mengakses dan membaca buku elektronik di aplikasi iKalbar.
Kesimpulan: Dengan meningkatnya akses masyarakat terhadap iKalbar, masyarakat akan terbiasa dengan kebiasaan mengakses dan membaca buku elektronik. Kebiasaan yang dimulai karena momentum pandemi telah mendorong tumbuhnya budaya baca di kalangan masyarakat, meski belum menunjukkan budaya baca yang signifikan di kalangan masyarakat Kalbar.
Kata kunci: Perpustakaan Digital; Minat Baca; iKalbar

Pendahuluan

Perpustakaan menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 pada intinya, merupakan institusi kelola karya tulis, dengan pencetak ataupun perekamnya yang menjadi professional dengan sistemya yang baku pada pemenuhan yang diperlukan. Dengan dipaparkan bahwa perpustakaan dibentuk untuk pemenuhan yang diperlukan pada pengkajian, dengan perpustakaan, penyedia jasa fungsi dan tujuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007. Dalam Bab I Pasal 3 dijelaskan pada intinya, jika berguna untuk media edukasi, pengkajian dan keberdayaan. Sementara pada Bab I Pasal 4 dijelaskan bahwa perpustakaan memiliki tujuan pemberian pelayanan dan hal yang digemari untuk memperluas pengetahuan untuk pencerdasan.

Membaca menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu perhatian pada pemahaman isi, dengan yang dilisankan, pelafalan ataupun yang diucapkan, pengetahuan dan perhitungan. Sedangkan membaca merupakan fase mendapatkan pemaknaan dari perpaduan hurufnya, dengan lambang atau yang menjadi makna (Hartono, 2016). Dengan demikian, budaya membaca adalah kebiasaan membaca yang telah tertanam dan sukar diubah.

Pada survei yang dilaksanakan oleh Central Connecticut State University di tahun 2016 mengenai literasi di 61 negara, Indonesia berada di posisi 60, di atas Bostwana yang berada pada peringkat 61. Sementara survei Badan Pusat Statistik tahun 2015 mengenai akses media yang sering digunakan pada kurun waktu sepuluh tahun terakhir pada tahun 2009-2015, masyarakat Indonesia lebih banyak mengakses televisi dengan persentase 90,27% pada tahun 2009, 91,55% pada tahun 2012, dan 91,47% pada tahun 2015. Untuk radio pada tahun 2009 diakses dengan persentase 23,5%, 18,55% pada tahun 2012, dan pada tahun 2015 dengan persentase 7,54%. Sedangkan untuk membaca koran pada tahun 2012 masyarakat Indonesia hanya mengakses dengan persentase 18,94%, lalu pada tahun 2012 dengan persentase 17,66%, dan 13,11% pada tahun 2015 (Wiratno et al., 2017).

Persentase tersebut menunjukkan bahwa budaya membaca masyarakat Indonesia masih rendah apalagi jika melihat kondisi sekarang bahwa masyarakat tidak luput dalam memegang ponsel cerdas dan internet. Dalam survei yang dilakukan oleh Kominfo dan APJII pada tahun 2017, masyarakat Indonesia menggunakan ponsel cerdas sebanyak 50,08% dan pengguna internet 143,26 Juta jiwa chatting sebagai layanan yang banyak digunakan dengan persentase 89,35%. Hal ini cenderung terbalik dengan survei Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai indeks alibaca tahun 2018.

Indeks Alibaca adalah indeks mengenai aktivitas literasi membaca. Hasil survei Indeks Alibaca Nasional menyebutkan bahwa nilai rata-rata Indeks Alibaca Nasional dikategorikan pada aktivitas literasi rendah dengan nilai 37,32. Dalam Indeks Alibaca Provinsi, 9 Provinsi tergolong pada kategori literasi sedang, 24 Provinsi tergolong kategori literasi rendah, dan 1 Provinsi tergolong sangat rendah. Dari 34 Provinsi di Indonesia, Kalimantan Barat menduduki peringkat tiga terbawah dengan nilai Indeks Alibaca sebesar 28,63. Posisi Provinsi Kalimantan Barat lebih tinggi dari pada Provinsi Papua Barat dengan nilai sejumlah 28,25 dan Provinsi Papua dengan nilai sejumlah 19,90.

Untuk meningkatkan nilai Indeks Alibaca di Kalimantan Barat, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat menyediakan beberapa layanan andalan, salah satunya layanan perpustakaan digital iKalbar. iKalbar adalah aplikasi perpustakaan digital milik Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat yang bekerja sama dengan PT Woolu Aksara Maya. Aplikasi ini diluncurkan pada tanggal 1 November 2017, bertepatan dengan pembukaan penyelenggaraan Kalbar Book Fair 2017.

Aplikasi ini dapat diunduh di Play Store untuk ponsel cerdas berbasis android dan mengunjungi situs website Perpustakaan Provinsi Kalimantan Barat untuk mengunduh aplikasi iKalbar untuk komputer dan sejenisnya. Aplikasi ini menyediakan buku berbasis elektronik dengan masing-masing 1 eksemplar per 1 judul buku, dan masa peminjaman selama tujuh hari per pemustaka. Setiap pemustaka dapat meminjam koleksi maksimal 2 judul buku per hari.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survey untuk memperoleh data berkenaan dengan keyakinan, pendapat, karakteristik, perilaku, maupun hubungan variabel. Teknik pengumpulan data berupa penyebaran kuesioner, dan diperdalam dengan wawancara maupun pengamatan. Hasil penelitian cenderung untuk disimpulkan secara umum (Sugiyono, 2019).

Data penelitian diperoleh dari data primer yang didapatkan dari populasi dan sampel dengan menggunakan teknik sampling kuota. Populasi diambil dari masyarakat Kalimantan Barat yang menggunakan aplikasi iKalbar sejumlah 1.224 pengguna per Desember 2019. Sedangkan pengambilan sampel menggunakan rumus Yamane dengan penggunaan taraf kesalahan 10%, sehingga total sampel yang digunakan berjumlah 93.

Teknik analisa data menggunakan analisis deskriptif. Pengujian uji outlier, uji validitas, dan uji reliabilitas menggunakan aplikasi IBM SPSS Statistics 25. Data outlier adalah data yang tampak berbeda dari data-data lain (Santoso, 2017). Sebuah data dikategorikan data outlier apabila nilai Z lebih besar dari +2,5 atau -2,5. Pada uji validitas, data dikatakan valid ketika taraf signifikansi yang dihasilkan koefisien korelasi ≤ 0,05 maka butir yang bersangkutan dinyatakan valid. Sebaliknya ketika koefisien memiliki taraf signifikansi > 0,05, maka butir tersebut dinyatakan tidak valid. Sedangkan data bisa dikatakan reliabilitas menurut Sekaran jika koefisien reliabilitas hasil perhitungan menunjukkan angka ≥ 0,6 (Mustafa, 2013).

Hasil dan Diskusi

Membaca dan Perpustakaan Digital

Xu mendefinisikan digital libraries can be regarded as a collection of digital information resources, including various types of electronic databases and serials, and networked information resources, which can provide users with relevant services through information and communication technologies (Xu & Du, 2019). Pada perkembangan Library 4.0, konsep borderless library semakin direalisasikan dengan tindakan nyata. Perpustakaan digital tidak lagi berbasis web, melainkan mobile. Pemustaka yang ingin menggunakan perpustakaan tidak akan terhalangi dengan mobilitas yang tinggi. Perkembangannya, dengan berupa hadirnya aplikasi perpustakaan yang siap dipakai.

Kehadiran perpustakaan digital harus bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Pengukuran pemanfaatan perpustakaan digital diperoleh dari aksesibilitas dan usabilitas. Aksesibilitas adalah kemudahan dalam menggunakan aplikasi perpustakaan digital dan dapat diukur dengan parameter berupa keterbukaan, ketersediaan, kemudahan, kecepatan, serta kenyamanan. Sedangkan usabilitas adalah sejauh mana aplikasi perpustakaan digital dalam membantu pemustaka sehingga mampu mengoptimalkan kinerjanya saat menggunakan aplikasi dengan parameter efektivitas, efisiensi, dan kemampuan mempelajari (Fatmawati, 2017).

Bagaimanapun juga, membaca merupakan keterampilan dasar yang terkait dengan keberhasilan akademis secara keseluruhan dan membentuk dasar untuk pembelajaran lebih lanjut dan kemajuan pendidikan (Metsäpelto et al., 2017). Clavel pun menjelaskan bahwa reading is essential tool for the intellectual development of a person (Clavel & Mediavilla, 2020). Oleh sebab itu, menumbuhkan budaya membaca harus dilakukan sejak dini, mulai pada pendidikan anak usia dini hingga sekolah dasar merupakan langkah dan waktu terbaik untuk memperkenalkan buku dan kebiasaan membaca. Bekal ini akan berguna untuk membangun masa depan mereka.

Mengenalkan perpustakaan tidak harus selalu datang berkunjung, mengingat mobilitas para orang tua sangat tinggi. Kini perpustakaan semakin dekat, bahkan dalam genggaman. Tidak ada kata sulit bagi para orang tua untuk mendekatkan diri dengan anak-anak mereka. Orang tua yang berperan sebagai role model, dapat memulainya dengan membangun kelekatan dengan anak, mendampingi dan membantu mereka untuk menemukan informasi yang dibutuhkan salah satunya dengan perpustakaan digital. Namun perlu diingat, untuk menumbuhkan minat baca kepada anak bukan hanya dengan sekedar memberikan instruksi membaca tetapi orang tua perlu memberikan contoh nyata agar anak termotivasi. Pada dasarnya, seorang anak menganggap membaca sebagai aktivitas yang diinginkan dan mereka akan secara sukarela terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan membaca, jika mereka percaya bahwa membaca menyenangkan (Pezoa et al., 2019).

Orang tua dapat memulainya dengan memilihkan buku-buku bergambar dan berwarna untuk menstimulus anak melihatnya sebagai sesuatu yang menyenangkan untuk diketahui. Para orang tua juga harus membiasakan diri membaca di hadapan mereka bahkan bertukar pikiran dengan anak saat ada waktu senggang, berargumen berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil membaca bahkan bisa pula mengajak anak berkolaborasi menghasilkan prakarya agar anak termotivasi dan bangga terhadap potensi yang dimilikinya. Pengalaman menarik tersebut mungkin saja berkesan dan memotivasi mereka untuk membaca lebih, memilih sendiri jenis bacaan yang dapat mengembangkan diri mereka kemudian memamerkannya kepada orang tua mereka.

Misalnya saja pada masa pandemi seperti sekarang ini, banyak waktu kebersamaan antara anak dan orang tua, mereka perlu pendampingan pada waktu belajar daring maka orang tua bisa mendampingi belajar anak dengan mencarikan sumber belajar di perpustakaan digital. Dasarnya, orang tua juga harus memiliki kemampuan literasi informasi dan digital. Seiring terbiasanya diri membiasakan diri untuk memperoleh bacaan maka budaya membaca akan terbentuk pada masyarakat. Rumah dan lingkungan terdekat menjadi pijakan awal dalam pembentukan karakter dan hobi anak. Dengan demkian, budaya baca akan lebih mudah terbentuk. Untuk mengukurnya, terdapat beberapa indikator budaya membaca yang dipakai melihat tinggi rendahnya budaya membaca terdiri dari ketersediaan fasilitas membaca, tingkat pemanfaatan sumber bacaan, dan kebiasaan membaca masyarakat (Saepudin, 2015).

Penggunaan Aplikasi iKalbar

Perkembangan teknologi yang disebabkan oleh revolusi industri membuat secara perlahan beberapa aspek melakukan perubahan menuju digitalisasi termasuk perpustakaan. Kehadiran perpustakaan digital membuat orang semakin mudah dan nyaman dalam mencari buku. Sebagai sebuah terobosan baru, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat berusaha untuk membuat aplikasi iKalbar semudah dan senyaman mungkin digunakan oleh penggunanya. Sejak awal peluncuran aplikasi, mulai tahun 2017 – 2019 tercatat total pengguna iKalbar sebanyak 1.224 orang dengan rincian:

Grafik 1. Jumlah Pengguna iKalbar periode 2017 – 2019 (Sumber: Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Prov.Kalbar, 2019)

Dalam 3 tahun terakhir, pengguna iKalbar terus menunjukkan peningkatan. Terlebih lagi pada masa pandemi covid-19, ketersediaan layanan berbasis digital menjadi jembatan yang menghubungkan masyarakat dengan sumber informasi bagi referensi belajar mereka.
Adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berdampak pada keterbatasan akses pengetahuan di lingkungan lembaga pendidikan. Oleh sebab itu, perpustakaan dituntut memberikan layanan digital untuk mempermudah masyarakat memperoleh sumber belajar. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Prov. Kalbar berupaya meningkatkan kualitas pelayanan dengan keutamaan kenyamaan pengguna saat mengakses aplikasi tersebut. Untuk mengukur kenyamanan dan kemudahan tersebut, dapat menggunakan dimensi aksesbilitas dan usabilitas dengan indikator yang terdiri dari kemudahan, kenyamanan, ketersediaan, keefisienan, dan keefektifan.

Pada indikator kenyamanan, ada tiga poin yang dibahas yakni kemudahan dalam menginstalasi aplikasi iKalbar, kemudahan dalam mencari buku di iKalbar, dan kemudahan dalam mengakses fitur-fitur di iKalbar. Ketiga item tersebut memiliki jawaban yang beragam dari semua responden. Poin pertama, sebanyak 62,2% responden memilih iKalbar karena tersedia di Play Store dan mudah dalam proses penginstalasian. Prosedur pendaftaran yang mudah dan singkat dengan pilihan login melalui akun aplikasi facebook, akun gmail, ataupun lainnya, meringkas segala persyaratan sebagai anggota perpustakaan yang memiliki hak akses pakai dan baca koleksi digital yang dimiliki Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat.

Lalu pada poin kedua yang mengenai kemudahan dalam mencari buku di iKalbar, sebanyak 65,9% responden atau setara dengan 54 orang memiliki pengalaman akses mencari buku di iKalbar sangat mudah. Hal ini berkaitan dengan poin ketiga mengenai kemudahan dalam mengakses fitur iKalbar, pernyataan ini sesuai dengan respon dari 87,9% responden menceritakan pengalaman akses fitur-fitur di iKalbar yang user-friendly sehingga sangat mudah penggunaannya.

Untuk indikator kedua yaitu kenyamanan mengenai aplikasi iKalbar, terdapat dua poin penilaian yaitu dalam segi tampilan buku elektronik dan segi aplikasi yang bersifat tidak berbayar. Mengenai kenyamanan dalam segi tampilan buku elektronik, mayoritas 50 orang dengan persentase 60% responden tidak menemukan rasa tidak nyaman pada tampilan buku elektronik di iKalbar yang mengindikasikan bahwa tampilan buku elektronik di iKalbar terasa nyaman. Di samping itu, faktor tidak perlunya pengguna mengeluarkan biaya berlangganan aplikasi membuat para responden lebih nyaman dalam penggunaannya.

Indikator ketiga mengenai ketersediaan, poin yang ditanyakan kepada para responden yaitu tentang selalu tersedianya buku di iKalbar untuk dipinjam. Mayoritas responden sebanyak 38 orang dengan persentase 46,3% memiliki pengalaman buku di iKalbar selalu tersedia ketika mereka akses. Dilihat dari history peminjaman pada aplikasi tersebut memang menunjukkan sedikitnya peminjam sehingga meskipun hanya tersedia 1 eksemplar per judul koleksi buku, tetapi masih memadai untuk dipinjam oleh pemustaka yang ingin mengakses. Menariknya, 81,7% responden mengakui bahwa mencari buku di iKalbar lebih efisien dibandingkan mencari langsung ke perpustakaan sehingga mereka cenderung mengakses iKalbar.

Hanya saja perlu digarisbawahi, tidak semua koleksi tercetak yang dimiliki Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat tersedia di aplikasi iKalbar. Oleh sebab itu, menggunakan iKalbar bisa menjadi acuan awal dalam penelusuran informasi koleksi yang dibutuhkan. Tidak ada salahnya mencari secara langsung ke perpustakaan untuk menemukan koleksi yang berhubungan ataupun berkaitan dengan subjek yang diinginkan. Kehadiran perpustakaan digital berbentuk mobile seperti iKalbar membuat pencarian buku lebih mudah. Pemustaka tidak perlu memakan waktu banyak untuk mencari buku.

Pada masa pandemi, iKalbar menjadi salah satu alternatif masyarakat Kalimantan Barat untuk memperoleh buku dalam versi elektronik dengan berbagai macam subjek dan kemutakhiran terbitan yang bisa diakses kapanpun. Meskipun tingkat penyebaran covid-19 di Kalbar tidak setinggi di Jawa dan Sumatera, tetapi di Kota Pontianak khususnya sebagai ibu kota provinsi, pusat pendidikan, juga terkena dampak PSBB. Alhasil siswa diliburkan namun mereka tetap melakukan pembelajaran secara daring yang secara otomatis baik guru maupun siswa sama-sama membutuhkan sumber belajar.

Baik siswa maupun guru dapat memanfaatkan iKalbar sebagai langkah awal pencarian sumber belajar agar lebih efisien untuk menemukan buku yang diinginkan. Namun di sisi lain, mereka menyayangkan keterbatasan jumlah buku yang dapat dipinjam sehingga belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan referensi belajar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Connaway dkk dimana siswa menganggap sumber informasi yang ada pada perpustakaan digital lebih andal, namun mereka masih lebih suka menggunakan search engine seperti google dan youtube untuk menemukan informasi dengan cepat yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas sekolah ataupun karya tulis ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) (Connaway et al., 2011). Mengacu pada analisis data tersebut maka perlu adanya peningkatan baik layanan maupun ketersedian variasi koleksi agar iKalbar mampu bersaing dengan search engine populer yang sangat diminati generasi milenial sekarang.
Setelah keefisienan pada aplikasi iKalbar, pada dimensi dan indikator berikutnya yaitu mengukur tingkat keefektifan. Sebanyak 95,1% responden menyatakan membaca buku di iKalbar lebih efektif dari pada membaca buku tercetak.

Hal itu disebabkan memudahkan mereka mencari kata tertentu yang dibutuhkan di buku elektronik akan lebih cepat ditemukan sehingga relevan dengan kebutuhan informasi yang diperlukan. Mereka juga dengan mudah melakukan sortir sumber jika kata yang diinginkan tidak ditemukan dalam buku yang telah dipinjam pada iKalbar, akan segera dikembalikan dan memutuskan untuk beralih ke perpustakaan digital lainnya atau bahkan menggunakan google.

Budaya Membaca Masyarakat Kalbar Menggunakan iKalbar

Budaya membaca adalah kebiasaan orang-orang terhadap membaca. Budaya membaca saat ini menjadi masalah terutama di Kalimantan Barat. Hal ini didasari pengukuran Indeks Alibaca yang menempatkan Kalimantan Barat di peringkat tiga bawah dari seluruh provinsi yang ada. Permasalahan tentang membaca cukup beragam dari ketidak terjangkauan masyarakat untuk mengakses buku, pengaruh lingkungan, akses media sosial yang begitu memikat banyak orang serta pengaruh teknologi lain yang membuat kebiasaan membaca menjadi susah tumbuh. Kehadiran iKalbar tentu menjadi solusi untuk menumbuhkan kebiasaan membaca masyarakat Kalimantan Barat ditengah gencarnya pengaruh teknologi dan lingkungan serta ketidakterjangkauan masyarakat terhadap akses bahan bacaan.

Untuk mengukur apakah budaya membaca masyarakat mulai tumbuh dengan kehadiran iKalbar, peneliti menggunakan tiga dimensi sebagai alat ukur yaitu ketersediaan fasilitas membaca, tingkat pemanfaatan sumber bacaan, dan kebiasaan membaca. Ketiga dimensi ini lalu dipecah lagi menjadi beberapa indikator yaitu ketersediaan perangkat teknologi, tingkat pemanfaatan buku, kunjungan, jenis buku yang digunakan, waktu dalam membaca, jumlah membaca buku, dan tujuan dalam membaca. Aplikasi iKalbar sendiri tidak memerlukan spesifikasi perangkat yang tinggi dan tidak memakan ruang penyimpanan perangkat yang begitu besar sebab bentuk aplikasi iKalbar sendiri hanya sebesar 13 MB. Pada poin ini, mayoritas responden sebanyak 95,2% menyatakan bahwa perangkat seperti ponsel maupun komputer yang mereka miliki dapat dipergunakan untuk mengakses iKalbar.

Pada indikator kedua tentang pemanfaatan koleksi, 62,2% responden atau 51 orang menyatakan sering memanfaatkan koleksi buku yang ada di iKalbar. Tentu saja indikator ini semakin mempertegas relevansinya dengan efisien dan efektifitas menggunakan iKalbar sehingga mendorong mereka memanfaatkan koleksi yang sudah diperoleh melalui mencarian di iKalbar. Namun sebaliknya, hampir setengah dari mayoritas responden khususnya pada tingkat kunjungan ke perpustakaan digital, yakni sebanyak 37,7% yang sangat sering menggunakan aplikasi iKalbar bahkan mereka mengatakan bahwa belum pernah datang langsung ke gedung perpustakaannya namun mereka mengetahui akses iKalbar melalui Play Store saat sedang berselancar mencari perpustakaan digital. Mereka mencoba mengaksesnya untuk melihat ketersediaan koleksi yang ada. 46,3% responden justru menyatakan keraguannya terhadap sering atau tidaknya mengakses dikarenakan mereka meyakini bahwa mengakses langsung ke perpustakaan akan jauh lebih menemukan informasi yang diinginkan dan bisa memilih-milih koleksi yang mereka anggap menarik.

Berdasarkan analisis terhadap indikator tersebut, peneliti mendapatkan temuan fakta menarik ditinjau dari reaksi dan jawaban responden pada dimensi ini. Mereka menyadari dengan adanya teknologi informasi, banyaknya pilihan perpustakaan digital di Play Store semakin membuka kesempatan mereka menjelajah koleksi buku yang diinginkan. Namun di sisi lain, ada ketidakpuasan karena tidak dapat melihat-lihat langsung koleksi buku yang berhubungan dengan subjek yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena selama masa awal pandemi, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat menutup layanannya, maka banyak pemustaka yang beralih menggunakan aplikasi iKalbar. Begitu masuk era new normal, tepatnya 8 Juni 2020 mereka membuka kembali layanannya dengan jam layanan mulai pukul 08.00 – 17.00 wib dari hari Senin hingga Sabtu. Tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan. Namun dikarenakan jumlah pengunjung dibatasi, maka mengakses iKalbar terlebih dahulu bisa memberikan referensi bagi mereka mengenai ketersediaan koleksi.

Temuan menarik lainnya, beberapa diantara mereka mengatakan sering mengakses iKalbar justru sangat jarang datang berkunjung ke perpustakaan bahkan ada pula yang tidak pernah datang langsung ke gedung perpustakaannya. Hal ini disebabkan akses ke lokasi yang cukup jauh. Berbeda halnya dengan responden yang ragu atau dapat dikatakan jarang mengakses iKalbar, mereka justru lebih sering mengunjungi gedung perpustakaan sehingga lebih puas untuk mencari bukunya secara langsung melalui OPAC (online public access catalogue) dibandingkan mencari melalui aplikasi iKalbar. Mereka akan mengakses iKalbar jika berada jauh dari lokasi gedung perpustakaan, misalnya sedang berada di kampung halaman atau di luar kota. Sehingga agar tetap bisa membaca, mereka mengakses koleksi di perpustakaan digital.

Pembahasan berikutnya berkaitan dengan indikator mengenai jenis buku. Sebanyak 62,3% responden mencari dan membaca buku fiksi di iKalbar. Artinya mayoritas responden mengakses iKalbar untuk memenuhi hasrat rileksasi, bacaan ringan yang bersifat menghibur. Jenis bacaan ini santai yang dapat dilakukan pada waktu senggang. Apalagi di masa pandemi seperti saat ini, aktivitas belajar daring yang monoton dan berada di dalam rumah dalam jangka waktu yang lama memicu kebosanan. Agar tetap aman berada di dalam rumah, salah satu aktivitas yang banyak dilakukan oleh para responden adalah membaca buku-buku fiksi melalui platform digital lainnya maupun iKalbar. Buku fiksi yang banyak digemari para responden meliputi cerpen, novel, kumpulan puisi, dan karya fiksi lainnya.

Tidak saja buku fiksi, para pengguna aplikasi iKalbar juga mencari dan membaca buku nonfiksi. Buku non fiksi yang tersedia di iKalbar tidak hanya tersedia untuk kalangan mahasiswa atau umum, tetapi juga bisa digunakan oleh para siswa. Hal ini dengan disediakannya BSE (Buku Sekolah Elektronik) di iKalbar. Sebanyak 74,4% responden mencari dan membaca buku nonfiksi di iKalbar. Pada masa pandemi, siswa dan mahasiswa sangat membutuhkan sumber belajar yang baik. Oleh sebab itu, ketersediaan perpustakaan digital seperti iKalbar sangat membantu sebagai sumber memperoleh pengetahuan untuk menunjang aktivitas belajar di rumah yang dapat dijadikan referensi baik oleh guru maupun siswa. Tentu saja ini juga tidak terlepas dari peran dan dorongan para pengajarnya yang mengarahkan peserta didik mereka untuk mengakses koleksi yang ada di perpustakaan digital. Dengan demikian, baik tingkat akses dan kebermanfaatan buku elektronik yang dibeli oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat sangat membantu menunjang sarana pembelajaran yang mencerdaskan masyarakat yang ada di Kalimantan Barat.

Indikator berikutnya mengukur tingkat waktu membaca di iKalbar. Peneliti membagi tingkat waktu baca berdasarkan durasi waktu yang dibutuhkan para pengguna iKalbar saat membaca buku per-bab-nya dan per-judul-nya. Berikut paparan datanya:

Gambar 1. Durasi baca per 1 bab (Sumber: Olah data primer, 2020)

Sebanyak 59,6% responden membutuhkan waktu berkisar 10 – 30 menit untuk membaca 1 bab pada sebuah buku. Sedangkan sisanya sebanyak 30,8% responden membutuhkan waktu 30 – 60 menit per 1 bab. Hal itu disebabkan adanya perbedaan pengetahuan pembacanya. Pembaca yang mampu menghabiskan bacaannya di bawah 30 menit, pada umumnya telah memiliki pengetahuan dasar mengenai objek yang sedang dibacanya saat ini. Artinya dari segi istilah yang digunakan dalam bacaan sudah sangat familiar, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menelaah makna yang terkandung antar kalimat maupun paragraf. Sebaliknya yang membutuhkan waktu yang relatif lebih lama di bawah 60 menit merupakan para pengguna yang belum memiliki dasar pengetahuan terhadap objek yang sedang dibacanya. Oleh sebab itu, ia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melakukan penelaahan kata per kata bahkan antar kalimat untuk menangkap makna yang tersirat.

Penelitian ini juga mengukur durasi yang dibutuhkan responden untuk membaca per 1 judul buku. Paparan datanya sebagai berikut:

Gambar 2. Durasi baca per 1 judul buku (Sumber: Olah data primer, 2020)

Variasi jawaban responden terlihat jelas pada diagram tersebut, secara garis besar ada 3 kategori hasil analisis yang akan dijelaskan. 30,8% responden membutuhkan waktu sekitar 60 – 90 menit, 28,8% membutuhkan waktu lebih dari 180 menit, dan 21,2% responden membutuhkan waktu 90 – 120 menit. Para responden yang membutuhkan waktu rata-rata 60-90 menit dipengaruhi oleh jenis bacaannya, yang mayoritas mereka menyukai bacaan berjenis fiksi sehingga penelaahan kosakata lebih mudah membuat mereka lebih cepat menyelesaikan bacaan tersebut. Namun di sisi lain mereka menyatakan bahwa tidak semua bab dibaca, hanya beberapa bab yang dianggap penting untuk dibaca saat itu saja yang dibaca sampai tuntas. Itu artinya pengguna tersebut hanya membutuhkan spesifik objek. Biasanya pengguna yang seperti ini masuk dalam kategori memiliki literasi secara fungsional. Dimana pada tingkatan literasi ini akan memilah-milah bacaan sesuai dengan kebutuhannya saja. Mereka memiliki pengetahuan dasar mengenai objek yang dibaca.
Berbeda dengan responden yang membutuhkan waktu lebih dari 180 menit untuk menyelesaikan bacaan, mereka pada umumnya minim bahkan tidak memiliki pengetahuan dasar terhadap bacaan yang sedang dibaca atau dengan kata lain ini merupakaan pengetahuan baru sehingga membutuhkan waktu yang cukup panjang. Lebih lagi biasanya mereka butuh jeda waktu membaca, artinya menuntaskan 1 judul buku tidak dilakukan dalam 1 hari tetapi kontinyu di hari kemudian. Jenis bacaannya seperti novel dan buku nonfiksi. Di sisi lain responden yang membutuhkan waktu berkisar 90 – 120 menit yang pada umumnya mayoritas responden membaca buku fiksi sejenis teenlit dan komik, dengan jumlah bab yang terbatas dan halaman yang tidak terlalu banyak. Dari tinjauan istilah yang dipergunakan juga familiar dan sederhana sehingga membutuhkan waktu yang tidak terlalu lama untuk penyelesaian.

Indikator berikutnya yaitu membahas tentang mengukur jumlah membaca buku di iKalbar. Intensitas membaca buku menjadi indikator pengukuran pada dimensi kebiasaan membaca. 46,4% responden mengatakan mereka biasanya memaksimalkan kuota peminjaman per pengguna di iKalbar yakni 2 eksemplar per 1 pengguna. Namun 36,6% responden hanya meminjam 1 eksemplar dengan alasan buku lainnya yang diinginkan tidak tersedia. Indikator ini berkaitan pula dengan lamanya masa peminjaman yang mereka lakukan. 40,2% responden melakukan peminjaman koleksi tersebut sampai batas waktu peminjaman berakhir. Sedangkan 30,5% lainnya mengembalikan sebelum batas waktunya berakhir.

Seringnya akses dan banyaknya jumlah koleksi yang dipinjam menandakan adanya respon positif dari masyarakat sebagai pengguna iKalbar, mereka sudah memiliki keinginan untuk membaca. Peneliti mengindikasikan bahwa semakin sering pemustaka meminjam buku di perpustakaan, semakin tinggi juga minat baca pemustaka. Hal ini karena didorongnya rasa keinginan untuk membaca tersebut. Pemustaka yang memiliki minat membaca memiliki kosakata yang lebih baik. Mereka yang tertarik membaca lebih cenderung memperhatikan, berpartisipasi, bahkan terlibat secara efektif selama membaca untuk memperoleh kosakata yang berhubungan dan lebih kompleks (Malin et al., 2014).

Untuk indikator terakhir yaitu indikator mengenai tujuan membaca. Hasilnya, 72% responden menyatakan mereka membaca buku di iKalbar untuk hiburan. Akan tetapi, 85,4% responden juga menyatakan mereka membaca buku di iKalbar karena tuntutan tugas atau pendidikan, dan 23,2% responden yang membaca buku di iKalbar karena keinginan menambah pengetahuan di luar kesenangan dan tugas pendidikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pemikiran Chen yang menyatakan manfaat e-learning yang didukung perpustakaan digital diantaranya: meningkatkan kemahiran, meningkatkan sumber daya pendidikan yang komprehensif, dan menyediakan akses mudah ke sumber daya perpustakaan digital bagi siswa dan pendidik (Chen & Lin, 2014).

Simpulan

Momentum pandemi digunakan oleh Dinas Perpustakaan dan Provinsi Kalimantan Barat untuk meningkatkan layanan andalan mereka melalui ketersediaan aplikasi iKalbar. Terdapat dua dimensi penilaian terhadap aplikasi iKalbar dalam membangun budaya membaca masyarakat Kalimantan Barat di masa pandemi covid-19. Pada dimensi aksesibilitas, mayoritas responden menilai aplikasi iKalbar nyaman digunakan dan memudahkan memperoleh buku yang dibutuhkan saat mobilitas mereka dibatasi selama masa PSBB. Sedangkan pada dimensi usabilitas, mayoritas responden menilai efisien dan efektif bila menggunakan aplikasi iKalbar khususnya pada masa pandemi untuk memenuhi kebutuhan sumber belajar mereka.

Ditinjau juga dari tiga dimensi penilaian terhadap budaya membaca masyarakat Kalimantan Barat, mayoritas responden menganggap aplikasi iKalbar memberikan kemudahan terutama pada penggunaan fitur-fitur, juga kompetibel pada perangkat yang mereka miliki, serta durasi membaca dan jumlah peminjaman yang sebanding membuat mereka menjadi sering mengakses dan membaca buku elektronik di iKalbar. Seiring dengan meningkatnya akses masyarakat terhadap iKalbar, maka masyarakat akan terbiasa dengan kebiasaan akses dan membaca buku elektronik. Kebiasaan yang dimulai karena momentum pandemi mendorong pada tumbuhnya budaya membaca di kalangan masyarakat walaupun belum menunjukkan budaya baca yang signifikan di kalangan masyarakat Kalimantan Barat.

Di sisi lain, iKalbar masih memiliki kekurangan dari sisi jumlah eksemplar dan variasi judul, maka menimbulkan rasa ketidakpuasan terhadap penggunaan layanan. Ini menjadi salah satu alasan peminat akses ke aplikasi iKalbar tidak meningkat secara signifikan. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan cara masyarakat memperluas pencarian informasinya melalui aplikasi perpustakaan digital lain yang terbuka luas untuk umum. Namun yang menjadi kendala, keterbatasan pengetahuan dan kemampuan mereka terhadap literasi informasi dan digital menghambat mereka untuk memperoleh sumber referensi yang relevan, akurat, dan mutakhir. Keberhasilan literasi ditentukan oleh keterampilan dan motivasi (McTigue et al., 2019). Oleh sebab itu, perlu pula membekali diri dengan kemampuan literasi yang memadai agar memudahkan dalam mencari, menemukan, menggunakan, hingga evaluasi hasil informasi yang diperoleh.

Ucapan Terima Kasih

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada narasumber di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat yang telah membantu dalam pengumpulan data.

Referensi

  • Chen, C. M., & Lin, S. T. (2014). Assessing effects of information architecture of digital libraries on supporting E-learning: A case study on the Digital Library of Nature & Culture. Computers and Education, 75, 92–102. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2014.02.006
  • Clavel, J. G., & Mediavilla, M. (2020). The intergenerational effect of parental enthusiasm for reading. Applied Economic Analysis, ahead-of-print(ahead-of-print). https://doi.org/10.1108/AEA-12-2019-0050
  • Connaway, L. S., Dickey, T. J., & Radford, M. L. (2011). “If it is too inconvenient I’m not going after it:” Convenience as a critical factor in information-seeking behaviors. Library and Information Science Research, 33(3), 179–190. https://doi.org/10.1016/j.lisr.2010.12.002
  • Fatmawati, E. (2017). PEMANFAATAN APLIKASI PERPUSTAKAAN DIGITAL iJATENG MELALUI SMARTPHONE. Profetik: Jurnal Komunikasi, 10(2), 46. https://doi.org/10.14421/pjk.v10i2.1336
  • Hartono. (2016). Manajemen Perpustakaan Sekolah: Menuju Perpustakaan Modern dan Profesional. Ar-Ruzz Media.
  • Malin, J. L., Cabrera, N. J., & Rowe, M. L. (2014). Low-income minority mothers’ and fathers’ reading and children’s interest: Longitudinal contributions to children’s receptive vocabulary skills. Early Childhood Research Quarterly, 29(4), 425–432. https://doi.org/10.1016/j.ecresq.2014.04.010
  • McTigue, E. M., Solheim, O. J., Walgermo, B., Frijters, J., & Foldnes, N. (2019). How can we determine students’ motivation for reading before formal instruction? Results from a self-beliefs and interest scale validation. Early Childhood Research Quarterly, 48, 122–133. https://doi.org/10.1016/j.ecresq.2018.12.013
  • Metsäpelto, R. L., Silinskas, G., Kiuru, N., Poikkeus, A. M., Pakarinen, E., Vasalampi, K., Lerkkanen, M. K., & Nurmi, J. E. (2017). Externalizing behavior problems and interest in reading as predictors of later reading skills and educational aspirations. Contemporary Educational Psychology, 49, 324–336. https://doi.org/10.1016/j.cedpsych.2017.03.009
  • Mustafa, Z. E. (2013). Mengurai Variabel Hingga Instrumentasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  • Pezoa, J. P., Mendive, S., & Strasser, K. (2019). Reading interest and family literacy practices from prekindergarten to kindergarten: Contributions from a cross-lagged analysis. Early Childhood Research Quarterly, 47, 284–295. https://doi.org/10.1016/j.ecresq.2018.12.014
  • Saepudin, E. (2015). Tingkat Budaya Membaca Masyarakat. Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan, 3(2), 271–282.
  • Santoso, S. (2017). Statistik Multivariat dengan SPSS. Elex Media Komputindo.
  • Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta.
  • Wiratno, A. R., et.al. (2017). Indeks Aktivitas Literasi Membaca 34. In Mobile Devices: Tools and Technologies (Issue 2).
  • Xu, F., & Du, J. T. (2019). Examining differences and similarities between graduate and undergraduate students’ user satisfaction with digital libraries. Journal of Academic Librarianship, 45(6), 102072. https://doi.org/10.1016/j.acalib.2019.102072

Tidak Ada Komentar