Pontianak – Dentuman lima meriam karbit menggelegar ketika disulut silih berganti oleh tamu undangan yang hadir pada pembukaan Festival Meriam Karbit Tingkat Pelajar SMA di pinggiran Sungai Kapuas, Jalan Yusuf Karim Kelurahan Banjar Serasan Kecamatan Pontianak Timur, (22/10). Kegiatan tersebut sekaligus menandai dimulainya lomba dalam rangka memeriahkan HUT ke-248 Kota Pontianak.

Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kota Pontianak Syarif Saleh mengapresiasi digelarnya festival meriam karbit bagi kalangan pelajar SMA sederajat. Meriam karbit sebagai bagian dari kebudayaan yang dimiliki Kota Pontianak harus selalu diingat dan dikenal oleh masyarakat. “Para pelajar juga harus tahu bagaimana sejarah meriam karbit dan seperti apa permainan meriam karbit itu,” ungkapnya. Terlebih kata dia, kemunculan meriam karbit ini merupakan cikal bakal berdirinya Kota Pontianak. Sebagai upaya pelestarian budaya, maka setiap memperingati Hari Jadi Kota Pontianak dan menyambut Hari Raya Idul Fitri digelar Festival Meriam Karbit. Dirinya berharap festival serupa terus digelar setiap tahun. “Diharapkan semakin banyak pelajar yang ikut serta dalam festival ini supaya mereka mengenal budaya daerahnya,” sebutnya.

Sementara itu, Direktur Pontianak Post Salman B menjelaskan Festival Meriam Karbit Tingkat Pelajar ini rutin digelar setiap tahun memperingati Hari Jadi Kota Pontianak. Festival ini merupakan kerjasama Pemkot Pontianak dengan Pontianak Post sejak tahun 2009. “Sengaja kami peruntukkan bagi para pelajar agar ada regenerasi pemain meriam karbit sehingga permainan ini terus berlanjut, “ jelasnya.

Sebagian besar komunitas pemain meriam karbit berada di wilayah Pontianak Timur, Selatan dan Tenggara, terutama mereka yang bermukim di pinggiran Sungai Kapuas. Permainan tradisional yang sudah lama ada ini merupakan salah satu asset yang dimiliki Kota Pontianak dan hanya satu-satunya di dunia meriam karbit sebesar ini. “Kalau ini tidak dilestarikan, saya kuatir lambat laun akan punah,” ucap Salman.

Sulitnya mencari bahan baku kayu untuk membuat meriam menjadi salah satu kendala yang dihadapi oleh masyarakat. Kalaupun tersedia, harganya melambung tinggi. Meriam-meriam yang ada ini pun usianya diperkirakan sudah diatas tiga hingga lima tahun. “Untuk itu sayua berharap festival ini terus terlaksana setiap tahunnya dalam rangka memperingati Hari Jadi Kota Pontianak sebagai upaya melestarikan budaya,” timpalnya.

Dedi Santoso, satu diantara juri dalam Festival Meriam Karbit Tingkar SMA, menerangkan, ada beberapa criteria penilaian. Pertama, penampilan para peserta mengenakan pakaian telok belanga disesuaikan dengan Hari Jadi Kota Pontianak. Kedua, kekompakkan tim, mulai dari menyiapkan bahan untuk membunyikan meriam hingga saat menyulut meriam. Ketiga, bunyi meriam dentumannya harus keras dan lantang. Keempat adalah irama dentuman meriam. Irama ini kaitannya dengan seni membunyikan meriam karbit. “Bagaimana mengatur ritme antara bunyi meriam yang satu dengan yang lainnya,” terangnya.

Pada festival tahun ini, Dedi berkata, ada tujuh tim atau kelompok yang berasal dari SMA sederajat yang ada di Kota Pontianak. Dalam sebuah tim terdiri dari lima orang. “Sebelum menyulut, setiap peserta mempersiapkan bahan untuk membunyikan meriam. Mulai dari mengisi air, memasukkan karbit, menutup lubang agar karbit mencapai titik didih tertentu,” pungkasnya.

Ia berharap melalui festival atau lomba ini bisa memasyarakatkan dan mengenalkan budaya yang dimiliki Kota Pontianak kepada para pelajar agar mereka ikut melestarikan permainan tradisional yang telah ada dari sejak zaman berdirinya Pontianak.

Sumber : Pontianak Post