No Image Available

Kamus Bahasa Melayu Sukadana – Bahasa Indonesia

 Penulis: Chairil Effendi, Dedi Ari Asfar, Agus Syahrani, Mellisa Jupitasari, Prima Duantika  Kategori: Kamus  Penerbit: Pustaka Melayu Gemilang  Tahun Terbit: 2015  ISBN: 978-602-1087-64-0  Tempat Terbit: Pontianak  Bahasa: Melayu - Indonesia  Kolasi: xxiv, 322 hlm.; 21 cm  Tag: Kamus Bahasa Daerah |
 Abstrak / Anotasi:

Penelitian terbaru di Gua Ulu Leang Maros sungguh mengejutkan dunia akademik dalam bidang arkeologi. Dengan teknologi penentuan umur berdasarkan uranium seri terungkap bahwa lukisan berlatar sernburan warna merah di Maros berumur 40.000 tahun. Sebuah gambaran bahwa manusia modern awal yang telah menghuni kawasan Sulawesi Selatan telah mengenal seni cadas (rock art) sebagaimana yang terjadi di Eropa pada waktu yang hampir bersamaan (Aubert et al, 2014).

Lebih mengejutkan lagi ternyata di Sukadana, Kalimantan Barat fenomena lukisan siluet merah ini ada di sebuah gua yang dikelilingi hutan tropis dan sekitar perkampungan penduduk. Di Dusun Sedahan masyarakat perkampungan sekitar tempat gua itu berada menyebutnya sebagai Gua Batucap. Gua ini memiliki lukisan bergambar manusia, binatang, matahari, pohon hayat, bentuk geometris, dan abstrak. Sayangnya situs ini tidak terjaga dengan balk sehingga seni lukis masyarakat zaman pleistosen atau pascapleistosen ini mulai terhapus (Marika Dewi Santania, 2003).

Bukti arkeologi ini mengindikasikan Kalimantan Barat khususnya Sukadana merupakan daerah penting peradaban prasejarah yang memiliki seni yang setaraf dengan seni Eropa Purba yang hidup pada zaman pleistosen. Sebuah indikasi kemungkinan adanya migrasi Keluarga Bahasa Australo-Melanesia yang singgah di Sukadana sekitar 40.000 tahun lalu yang dikenal sebagai masyarakat pemburu dan pelukis gua (lihat Bellwood, 2000). Bahkan, para ahli linguistik historis komparatif dunia mendaulat Kalimantan Barat sebagai kawasan prasejarah atau nenek moyangnya para penutur Melayu Purba berdasarkan jejak migrasi Keluarga Bahasa Austronesia yang berpindah di Nusantara 4.000 tahun lalu.

Sukadana memang sebuah kawasan yang dikenal sebagai sebuah kerajaan Nusantara yang ada di Pulau Kalimantan. Sukadana sendiri dalam peta sejarah masa kolonial sudah menjadi kawasan penting dan diperebutkan oleh Belanda dari tangan penguasa lokal. Nama megah Sukadana dengan letak geografi yang strategis membuat Belanda berusaha menaklukkannnya demi mengamankan jalur politik dan perdagangan kolonial.

Faktor sejarah inilah yang melandasi pemilihan nama Sukadana sebagai sebuah bahasa yang merujuk pada dialek Melayu yang ada di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Artinya, kamus ini memang menggali khazanah kekayaan kosakata Melayu di tanah Sukadana yang dikenal sekarang sebagai Kabupaten Kayong Utara. Oleh karena itu, buku ini dinamakan dengan Kamus Bahasa Melayu Sukadana—Bahasa Indonesia.

Dialek Melayu Sukadana memiliki kedekatan secara fonetik dengan dialek Melayu di Ketapang dan Pontianak. Namun, memiliki perbedaan fonetis yang cukup terang anatara dialek Melayu Ketapang dan Sukadana. Perbedaan itu dapat dilihat dari beberapa fakta sebagai berikut.

  1. Huruf e pada akhir kata jika dibaca secara fonetik tidak mengalami perubahan menjadi “5” serta jika berada di depan kata akan berubah menjadi i. Contohnya pada kata eje dalam bahasa Ketapang yang apabila dibaca secara fonetik adalah [eja] maka kata tersebut dalam bahasa Kayong Utara menjadi [ije] atau [ija] apabila dibaca secara fonetik. Begitu juga dengan kata-kata yang lain seperti kata entok dialek Melayu Ketapang akan berubah menjadi intok dalam dialek Melayu Sukadana; ember dalam dialek Melayu Ketapang menjadi imbe dalam dialek Melayu Sukadana dengan menghilangkan bunyi r dan memanjangkan bunyi e; empet dalam dialek Melayu Ketapang menjadi impet dalam dialek Melayu Sukadana, dan lain sebagainya. Walaupun demikian, kata-kata tersebut biasa digunakan masyarakat sekitar sebagai varian dari kata yang mengalami perubahan itu.
  2. Huruf kedua dari kata yang terdapat huruf o, seperti “botol” biasanya akan berubah menjadi u dan penyebutannya menjadi “butol”, begitu juga dengan kata-kata yang lain, seperti “kopi” menjadi “kupi”, “topi” menjadi “tupi”. Namun, seiring berjalannya waktu kadang-kadang perubahan itu tidak dipakai lagi hanya dijadikan varian. Akan tetapi, tetua atau orang-orang tua yang berada di daerah ini masih menggunakan penyebutan tersebut.
  3. Bahasa Melayu dialek Ketapang sangat terkenal dengan partikel -nyan, -te, -tah, -am, -bah, -ak. Namun, pada bahasa Melayu dialek Sukadana hanya terdapat partikel -te, -am, -bah, -tu, -ak, dan terdapat penekanan kata yang agak lebih dalam pada partikel -te menjadi – tek atau apabila dibaca secara fonetik menjadi -te? serta lebih banyak menggunakan kata -tu sedangkan bahasa Melayu Ketapang lebih sering menggunakan partikel -nyan, -tah, dan -te. Contoh kalimat dalam bahasa Ketapang misalnya “bia? jian am yaq rjabunoh ana? aku te” (Dialek Melayu Ketapang) “bia? tu am yarj rjsbunoh ana? aku te?” (Dialek Melayu Sukadana)

Penyusunan kamus Bahasa Melayu Sukadana—Bahasa Indonesia ini menggunakan perangkat lunak komputer yang berkaitan dengan komputerisasi perkamusan yang dikenal dengan Shoboex Versi 5.0. Mengomputerisasi data dalam format Shoboex memungkinkan data yang dikomputerisasi tercetak dalam bentuk yang rapi dan sistematis. Shoboex menjadi perangkat lunak yang baik untuk mengolah dan mengemas data lapangan dalam bentuk wawancara, catatan lapangan, pertuturan bebas, dan sastra lisan yang dijadikan korpus dalam penyusunan kamus ini. Perangkat lunak ini memudahkan penyusun kamus karena setiap lema yang dimasukkan secara acak dapat menghasilkan kamus berurutan menurut abjad.

Sistem komputerisasi program Shoboex masih berbasis bahasa Inggris. Konsekuensinya, penyusun kamus mau tidak mau menggunakan beberapa istilah dan singkatan yang sudah terprogram dalam sistem ini dalam penyusunan kamus Bahasa Melayu Sukadana—Bahasa Indonesia. Beberapa istilah dan singkatan yang digunakan penyusun dalam memberikan informasi leksikon diantaranya adalah Syn (sinonim), Variant (bentuk variasi), dan See (lihat, bandingkan).

Kamus Bahasa Melayu Sukadana—Bahasa Indonesia hadir di tangan pembaca berkat bantuan dan kerja sama berbagai pihak. Pertama, terirna kasih kami ucapkan kepada Bupati Kayong Utara Drs H. Hildy Hamid dan istri Ibu Diah Permata. Kedua, terima kasih kepada Ketua DPRD Kabupaten Kayong Utara, Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga beserta staf. Ketiga, kamus ini tidak akan pemah hadir jika tidak ada usaha dan kesadaran kolektif orang-orang Melayu di Kabupaten Kayong Utara untuk melestarikan dan mendokumentasikan bahasa mereka sendiri. Oleh karena itu, karni sangat mengapresiasi usaha keras para informan, yaitu Tengku Darma Yunita, Suraya, Novaliana, Syarifah Syapinah, Amri, Wan Arifin, Sy. Hamzah, S. Wahono, Abdul Rani, H. Syarifuddin, Muslimin, Murjani,N. Saudi, Syafaruddin, Karyati, M. Chairani Efi, Rabuansyah, Nazril H., M. Tharmidzi, Sy. Riduansyah, TK. Iwan R., Ary Hartany, T. Moehtar, Arkan Rasyid, Sinta, Abdul Samad, Rd. Jamahari, Syaparudin, Herman, dan Mac Novianto. Terirna kasih juga kepada para tokoh dan sesepuh Melayu di Kabupaten Kayong Utara yang hadir dalam seminar desiminasi hasil penelitian dengan memberi saran dan masukan sehingga memperkaya kosakata dalam kamus ini.

Kerja keras para informan Dialek Melayu Sukadana sangat membantu tim penyusun mewujudkan kamus sederhana ini ke hadapan para pembaca. Usaha mengumpulkan data bagi penyusunan kamus ini sesungguhnya sudah dimulai sejak tahun 2011 secara sporadik dan dapat diselesaikan dengan serius pada tahun 2014. Usaha keras itu menghasilkan sekitar 2575 lema utama dan 976 sublema dilengkapi dengan 2563 kalimat contoh.

Kamus ini semakin kaya karena dilengkapi juga dengan tata bunyi dalam bentuk fonetik sehingga bermanfaat bagi ahli linguistik dan masyarakat internasional untuk belajar membunyikan dialek Melayu Sukadana dengan logat yang benar.

Kesempurnaan hanya milik Allah Swt semata. Apabila ada kekurangan, masukan konstruktif pembaca akan sangat kami hargai. Kamus ini diharapkan dapat disempurnakan dalam edisi terbitan berikutnya. Akhimya, tanggung jawab akademik sepenuhnya menjadi tanggung jawab tim penyusun. Semoga bermanfaat.


 Kembali
wpChatIcon