Sintang – Itie Van Hout, memuji tenun ikat Sintang. Kurator KIT Tropenmuseum Amsterdam, Belanda bahkan menyebut hasil penenun dengan alat tradisional tak kalaih rapi dengan hasil olahan mesin. “Sangat bagus. Tidak kalah rapi dari kain yang dibuat orang menggunakan mesin,” puji Itie Van Hout saat menjadi pemateri dalam Seminar Internasional Tekstil yang diselenggarakan di Gedung Pancasila, Sintang, Jumat (25/10) lalu.

Seminar Internasional Tekstil yang digelar oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Sintang ini satu rangkaian dengan Festival Tenun Ikat Sintang dalam rangka memperingati Hari Museum Indonesia. Selain mendatangkan Itie Van Hout sebagai pemateri seminar, ada pula pemateri lain dari Sabah, Malaysia, seperti : Mohd Asdih Bin Pidih dan Joanna Datuk Kitingan. Perwakilan dari Indonesia, Sugiman Karyareja.

Itie Van Hout begitu kagum dengan melimpahnya kekayaan alam, kearifan lokal, budaya dan kerajinan tangan di setiap daerah yang memiliki cirri khas yang unik. Di hadapan peserta seminar, penulis buku Indonesian Textiles at the Tropenmuseum mengakui sangat tertarik dengan hasil tenun ikat Sintang. Dimana alat yang digunakan untuk menenun juag masih menggunakan peralatan sederhana yang turun –temurun dari nenek moyang mereka. Tetapi hasilnya sungguh luar biasa maksimal sekali,” katanya bangga.

Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Sintang, Siti Musrikah bersyukur disaat negara lain tahap melestarikan tenun ikat, di Kabupaten Sintang, Kalbar, justru masih ditahap pengembangan dan pemanfaatan. “Bukan hanya Indonesia, negara luar pun berusaha untuk melestarikan tenun ikat. Kalau kita sudah dalam tahap pengembangan dan pemanfaatan. Kalau negara tetangga, dalam upaya melestarikan. Karena pada akhirnya mereka harus menerima kenyataan, bahwa generasi muda sudah mulai meninggalkan itu,” kata Siti.

Para generasi muda di negara lain, kata Siti, sudah tidak lagi melirik kerajinan tenun karena harga jualnya tidak sebanding dengan hasil kerja di sektor lain. Siti mengaku sangat beruntung, sebab tradisi menenun di Kabupaten Sintang masih terus dijalani dan regenerasinya terus dijaga. “Kalau di Sintang, kita beruntung ibu-ibu masih sangat menghargai tenun ikat, dan masih menularkan ilmunya pada anak dan cucunya,” ungkap Siti.

Apa yang sudah terjadi di Malaysia tentu saja tak diharapkan terjadi di Kabupaten Sintang. Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang, Yosepha Hasnah, meminta terus para penenun untuk mempertahankan dan mentransfer ilmu tenun ikat kepada generasi muda supaya budaya dan kearifan lokal menenun tidak hilang dari peradaban. “Jangan terlena, walaupun saat ini masih ratusan penenun produktif yang ada di beberapa desa di Kabupaten Sintang. Jangan orangtua harus terus menerus mengenalkan ke generasi muda yang saat ini lebih kenal gadget,” pinta Yosepha.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sintang, Lindra Azmar berharap melalui kegiatan Festival Tenun Ikat Sintang yang dirajut dengan Seminar Internasional Tekstil dapat melestarikan budaya dan pengembangan tenun ikat, sekaligus pemajuan objek pokok kebudayaan.

Sumber : Tribun Pontianak