Mayu Fentami; Sosok Relawan Baca Kalbar 

Perpustakaan Keliling Kapuas Membaca (Kaca) di Desa Bunut Hilir, Kecamatan Bunut Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu sempat mati suri. Ditangan Mayu Fentami, saat itu perawat Puskesmas Bunut Hulir, Perpustakaan Keliling Kaca bisa sukses merebut hati masyarakat di 11 desa untuk gemar membaca.

MUSTA’AN, Kapuas Hulu

PERJUANGAN Mayu Fentami, untuk menghibupkan kembali Perpustakaan Kapuas Membaca (Kaca) atau Kaca On The Road  memang tidak mudah. Selain terbentur anggaran operasional, juga terkendala infrastruktur. Karena di Kecamatan Bunut Hilir hampir semua desa di daerah itu hanya bisa di akses  menggunakan transportasi sungai seperti speed atau perahu sampan dan berjalan kaki.

Sebagai perawat di Puskesmas Bunut Hulir, wanita kelahiran Sintang 17 Juni 1987 ini tentu utamakan tugas pokoknya. Karenanya dia turun menyambangi masyarakat tergantung kesibukan dan perahu tumpangan. Saat dilapangan dia dibantu tiga rekannya. Yakni Alya (Astria Ariani) guru kimia SMAN 1 Bunut Hilir (2015-2017) dan Siti Halijah yang kini sudah menjadi staf kecamatan setempat.

“Waktu jadi relawan membaca, Siti Halijah belum bekerja, sekarang dia sudah jadi staf di Kecamatan Bunut Hilir,” tutur Mayu. Dia menceritakan, Kaca dibentuk tahun 2013 oleh relawan terdahulu, yakni Pijar, staf kecamatan setempat. Karena terkendala SDM  untuk mengurus Kaca dan transportasi kelapangan, akhirnya kaca mati suri dan bukunya disumbangkan ke sejumlah tempat.

Kemudian, tutur anak kedua dari pasangan Muhammad Tabligh (alm) dan Margawati ini, pada tahun 2014 akhir, Radio Komunitas Sura Suta mendapat bantuan 1000 buku dari Perpustakaan Provinsi melalui WWF. Saat lomba desa tahun 2015 awal, Direktur Radio komunitas membawa buku ke Desa Tembang, agar bisa dibaca oleh masyarakat di sana, pada kegiatan lomba desa.

Dari waktu itulah, Mayu mengambil inisiatif untuk membangkit kembali Kaca. Kemudian dari situ dimulailah aktivitas perpustakaan keliling  dengan membuat taman bacaan. Kemudian taman bacaan tersebut dibuka di salah satu kios di pasar desa Bunut Hilir. “Waktu itu kami menyewa kios perbulan Rp 250 ribu, dana tersebut dihimpun dari bantuan operasional radio Rp 2 juta,” terang dia.

Selain itu, kata lulusan Universitas Muhammadiyah Jogja jurusan ilmu keperawatan, juga ada sumbangan dari teman-teman satu almamaternya  dari luar Kalimantan (Jogja) berupa bantuan buku dan bantuan dari Jepang senilai Rp 2 juta. Bantuan itulah yang digunakan untuk menyewa tempat. “Saya juga menyisihkan gaji diri sendiri dan dari relawan untuk operasional,” kata Mayu.

Menurut Mayu, rata-rata per pengeluaran untuk membiayai perpustakaan Kaca perbulannya Rp 500 ribu.  “Untuk taman bacaan hanya bisa bertahan satu tahun. Karena ketidak mampuan anggaran, sewa tempat kami tutup. Perpustakaan keliling tetap kami lanjutkan, menggunakan sepeda dan jalan kaki ke desa-desa terdekat. Serta menggunakan sampan kalau menuju desa tetangga,” ucapnya.

Untuk mengunjungi desa- desa yang ada diluar kota kecamatan, Mayu bersama relawan membaca lainnya menumpang speed dinas instansi yang berkunjung ke desa-desa. Berkat kerja kerasnya bersama relawan. Wanita yang kini sudah bertugas di Dinas Kesehatan Kapuas Hulu terhitung mulai tanggal 1 Agustus 2017 ini, sukses merebut hati masyarakat desa untuk gemar membaca.

Untuk mengunjungi Kecamatan Bunut Hilir memang tidak mudah. Dari kota Putussibau butuh waktu kurang lebih 4 (empat) jam menempuh perjalanan menggunakan speed boath 40 pk (speed terbang). Kecamatan Bunut Hilir satu dari dua kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu (Kecamatan Bunut Hilir dan Kecamatan Embaloh Hilir) yang belum bisa diakses menggunakan transportasi darat.

Jalan dari kota Kecamatan Bunut Hilir sampai ke kecamatan Boyan Tanjung dan ibu kota kabupaten memang sudah ada. Namun belum bisa dilewati karena masih rintisan dan dalam tahap pengerjaan oleh pemerintah daerah. Dengan demikian transportasi hanya mengandalkan sampan dan berjalan kaki. Demikian juga akses informasi juga kurang lancar terutama di dusun-dusun yang sulit dijngkau.

“Sumber informasi seperti koran tidak ada, dan sumber keilmuan seperti buku sangat terbatas. Karenanya saya tertarik menjadi relawan membaca di Bunut Hilir,” kata Mayu.  Saat ini, kata dia lagi, ada tiga dari 11 Desa di Kecamatan Bunut Hilir yang sudah bisa dilewati jalan darat, selebihnya masih  melalui sungai. “Akses litrik hanya 13 jam dari jam 17.00 hingga 06.00 Wib,” terangnya.

Itupun hanya bagi desa-desa yang jumlah penduduk dan wilayahnya cukup besar. Sedangkan di desa lainnya hanya bisa menikmati listrik 3 hingga 4 jam sehari. “Ada beberapa dusun juga belum ada listrik, tapi menggunakan sumber listrik pribadi (genset, solar cell atau inferter),” ucapnya. Jalan pemukiman di buat seperti jembatan (gertak kayu) yang saling terhubung satu sama lainnya.

“Menurut saya buku salah satu media yang efektif untuk membuka wawasan masyarakat, dengan harapan masyarakat bisa menerima pesan yang kami sampaikan sesuai dengan misi Radio,” jelasnya.  Baik Taman Bacaan maupun Kaca sama-sama mendapat respon masyarakat sangat baik, terutama anak-anak yang rebutan untuk meminjam buku. “Umumnya pembaca anak-anak,” kata Mayu.

Kaca On The Road, kata Mayu, paling tidak 2 (dua) kali dalam 1 (satu) bulan keliling desa. Namun tetap saja ada kendala di operasional perjalanan. “Kami tidak memiliki cukup biaya untuk menbayar bahan bakar untuk membawa buku ke desa-desa. Cara efktif yang kami tempuh dengan menumpang speed kecamatan, puskesmas dan institusi lainnya. Alhamdulillah bisa gratis,” tutur dia.

Untuk desa yang dekat, Mayu bersama relawan membaca lainnya cukup berjalan kaki dengan berbekal ransel atau tas jinjing yang isinya ± 100 judul buku yang kami bawa setiap Kaca On The Road.  Konsep KaCa Onthe Road tidak hanya mengajak masyarakat terutama anak-anak untuk membaca,  tapi memberikan permainan, peragaan ilmiah, membacakan dongeng dan kuis.

Selain itu, kaca juga memberikan edukasi tentang lingkungan dan kesehatan, dengan membawa misi “Boh kita Gaok Sungai Kapuas” (ayo kita sayangi Sungai Kapuas). Mayu menceritakan, ada satu pengalaman menarik pada saat melakukan KaCa On the Road. Pada saat itu ada acara kelas inspirasi dari Indonesia Mengajar, tepatnya di desa teluk Aur (salah satu desa Kecamatan Bnut Hilir).

“Saya menumpang Speed Boat Kecamatan untuk pergi ke desa itu, pada saat menuju lanting tempat pemberhentian Sampan atau Speed Boat. Karena bobot tubuh yang besar, saya beserta buku yang saya bawa tercebur ke sungai karena kehilangan keseimbangan. Alhamdulillah walaupun tercebur pak Camat dan stafnya bersedia membantu dan menjemur buku-buku yang basah,”cerita Mayu. (*)