Aplikasi iKalbar: Membangun Budaya Baca Masyarakat Kalimantan Barat di Masa Pandemi Covid-19

Penulis : Atiqa Nur Latifa Hanum & Fajar Al-Khooliqu Baaqii
Artikel telah diterbitkan di Record and Library Journal Volume 7, No. 1, 2021

0
349

Budaya Membaca Masyarakat Kalbar Menggunakan iKalbar

Budaya membaca adalah kebiasaan orang-orang terhadap membaca. Budaya membaca saat ini menjadi masalah terutama di Kalimantan Barat. Hal ini didasari pengukuran Indeks Alibaca yang menempatkan Kalimantan Barat di peringkat tiga bawah dari seluruh provinsi yang ada. Permasalahan tentang membaca cukup beragam dari ketidak terjangkauan masyarakat untuk mengakses buku, pengaruh lingkungan, akses media sosial yang begitu memikat banyak orang serta pengaruh teknologi lain yang membuat kebiasaan membaca menjadi susah tumbuh. Kehadiran iKalbar tentu menjadi solusi untuk menumbuhkan kebiasaan membaca masyarakat Kalimantan Barat ditengah gencarnya pengaruh teknologi dan lingkungan serta ketidakterjangkauan masyarakat terhadap akses bahan bacaan.

Untuk mengukur apakah budaya membaca masyarakat mulai tumbuh dengan kehadiran iKalbar, peneliti menggunakan tiga dimensi sebagai alat ukur yaitu ketersediaan fasilitas membaca, tingkat pemanfaatan sumber bacaan, dan kebiasaan membaca. Ketiga dimensi ini lalu dipecah lagi menjadi beberapa indikator yaitu ketersediaan perangkat teknologi, tingkat pemanfaatan buku, kunjungan, jenis buku yang digunakan, waktu dalam membaca, jumlah membaca buku, dan tujuan dalam membaca. Aplikasi iKalbar sendiri tidak memerlukan spesifikasi perangkat yang tinggi dan tidak memakan ruang penyimpanan perangkat yang begitu besar sebab bentuk aplikasi iKalbar sendiri hanya sebesar 13 MB. Pada poin ini, mayoritas responden sebanyak 95,2% menyatakan bahwa perangkat seperti ponsel maupun komputer yang mereka miliki dapat dipergunakan untuk mengakses iKalbar.

Pada indikator kedua tentang pemanfaatan koleksi, 62,2% responden atau 51 orang menyatakan sering memanfaatkan koleksi buku yang ada di iKalbar. Tentu saja indikator ini semakin mempertegas relevansinya dengan efisien dan efektifitas menggunakan iKalbar sehingga mendorong mereka memanfaatkan koleksi yang sudah diperoleh melalui mencarian di iKalbar. Namun sebaliknya, hampir setengah dari mayoritas responden khususnya pada tingkat kunjungan ke perpustakaan digital, yakni sebanyak 37,7% yang sangat sering menggunakan aplikasi iKalbar bahkan mereka mengatakan bahwa belum pernah datang langsung ke gedung perpustakaannya namun mereka mengetahui akses iKalbar melalui Play Store saat sedang berselancar mencari perpustakaan digital. Mereka mencoba mengaksesnya untuk melihat ketersediaan koleksi yang ada. 46,3% responden justru menyatakan keraguannya terhadap sering atau tidaknya mengakses dikarenakan mereka meyakini bahwa mengakses langsung ke perpustakaan akan jauh lebih menemukan informasi yang diinginkan dan bisa memilih-milih koleksi yang mereka anggap menarik.

Berdasarkan analisis terhadap indikator tersebut, peneliti mendapatkan temuan fakta menarik ditinjau dari reaksi dan jawaban responden pada dimensi ini. Mereka menyadari dengan adanya teknologi informasi, banyaknya pilihan perpustakaan digital di Play Store semakin membuka kesempatan mereka menjelajah koleksi buku yang diinginkan. Namun di sisi lain, ada ketidakpuasan karena tidak dapat melihat-lihat langsung koleksi buku yang berhubungan dengan subjek yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena selama masa awal pandemi, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat menutup layanannya, maka banyak pemustaka yang beralih menggunakan aplikasi iKalbar. Begitu masuk era new normal, tepatnya 8 Juni 2020 mereka membuka kembali layanannya dengan jam layanan mulai pukul 08.00 – 17.00 wib dari hari Senin hingga Sabtu. Tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan. Namun dikarenakan jumlah pengunjung dibatasi, maka mengakses iKalbar terlebih dahulu bisa memberikan referensi bagi mereka mengenai ketersediaan koleksi.

Temuan menarik lainnya, beberapa diantara mereka mengatakan sering mengakses iKalbar justru sangat jarang datang berkunjung ke perpustakaan bahkan ada pula yang tidak pernah datang langsung ke gedung perpustakaannya. Hal ini disebabkan akses ke lokasi yang cukup jauh. Berbeda halnya dengan responden yang ragu atau dapat dikatakan jarang mengakses iKalbar, mereka justru lebih sering mengunjungi gedung perpustakaan sehingga lebih puas untuk mencari bukunya secara langsung melalui OPAC (online public access catalogue) dibandingkan mencari melalui aplikasi iKalbar. Mereka akan mengakses iKalbar jika berada jauh dari lokasi gedung perpustakaan, misalnya sedang berada di kampung halaman atau di luar kota. Sehingga agar tetap bisa membaca, mereka mengakses koleksi di perpustakaan digital.

Pembahasan berikutnya berkaitan dengan indikator mengenai jenis buku. Sebanyak 62,3% responden mencari dan membaca buku fiksi di iKalbar. Artinya mayoritas responden mengakses iKalbar untuk memenuhi hasrat rileksasi, bacaan ringan yang bersifat menghibur. Jenis bacaan ini santai yang dapat dilakukan pada waktu senggang. Apalagi di masa pandemi seperti saat ini, aktivitas belajar daring yang monoton dan berada di dalam rumah dalam jangka waktu yang lama memicu kebosanan. Agar tetap aman berada di dalam rumah, salah satu aktivitas yang banyak dilakukan oleh para responden adalah membaca buku-buku fiksi melalui platform digital lainnya maupun iKalbar. Buku fiksi yang banyak digemari para responden meliputi cerpen, novel, kumpulan puisi, dan karya fiksi lainnya.

Tidak saja buku fiksi, para pengguna aplikasi iKalbar juga mencari dan membaca buku nonfiksi. Buku non fiksi yang tersedia di iKalbar tidak hanya tersedia untuk kalangan mahasiswa atau umum, tetapi juga bisa digunakan oleh para siswa. Hal ini dengan disediakannya BSE (Buku Sekolah Elektronik) di iKalbar. Sebanyak 74,4% responden mencari dan membaca buku nonfiksi di iKalbar. Pada masa pandemi, siswa dan mahasiswa sangat membutuhkan sumber belajar yang baik. Oleh sebab itu, ketersediaan perpustakaan digital seperti iKalbar sangat membantu sebagai sumber memperoleh pengetahuan untuk menunjang aktivitas belajar di rumah yang dapat dijadikan referensi baik oleh guru maupun siswa. Tentu saja ini juga tidak terlepas dari peran dan dorongan para pengajarnya yang mengarahkan peserta didik mereka untuk mengakses koleksi yang ada di perpustakaan digital. Dengan demikian, baik tingkat akses dan kebermanfaatan buku elektronik yang dibeli oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat sangat membantu menunjang sarana pembelajaran yang mencerdaskan masyarakat yang ada di Kalimantan Barat.

Indikator berikutnya mengukur tingkat waktu membaca di iKalbar. Peneliti membagi tingkat waktu baca berdasarkan durasi waktu yang dibutuhkan para pengguna iKalbar saat membaca buku per-bab-nya dan per-judul-nya. Berikut paparan datanya:

Gambar 1. Durasi baca per 1 bab (Sumber: Olah data primer, 2020)

Sebanyak 59,6% responden membutuhkan waktu berkisar 10 – 30 menit untuk membaca 1 bab pada sebuah buku. Sedangkan sisanya sebanyak 30,8% responden membutuhkan waktu 30 – 60 menit per 1 bab. Hal itu disebabkan adanya perbedaan pengetahuan pembacanya. Pembaca yang mampu menghabiskan bacaannya di bawah 30 menit, pada umumnya telah memiliki pengetahuan dasar mengenai objek yang sedang dibacanya saat ini. Artinya dari segi istilah yang digunakan dalam bacaan sudah sangat familiar, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menelaah makna yang terkandung antar kalimat maupun paragraf. Sebaliknya yang membutuhkan waktu yang relatif lebih lama di bawah 60 menit merupakan para pengguna yang belum memiliki dasar pengetahuan terhadap objek yang sedang dibacanya. Oleh sebab itu, ia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melakukan penelaahan kata per kata bahkan antar kalimat untuk menangkap makna yang tersirat.

Penelitian ini juga mengukur durasi yang dibutuhkan responden untuk membaca per 1 judul buku. Paparan datanya sebagai berikut:

Gambar 2. Durasi baca per 1 judul buku (Sumber: Olah data primer, 2020)

Variasi jawaban responden terlihat jelas pada diagram tersebut, secara garis besar ada 3 kategori hasil analisis yang akan dijelaskan. 30,8% responden membutuhkan waktu sekitar 60 – 90 menit, 28,8% membutuhkan waktu lebih dari 180 menit, dan 21,2% responden membutuhkan waktu 90 – 120 menit. Para responden yang membutuhkan waktu rata-rata 60-90 menit dipengaruhi oleh jenis bacaannya, yang mayoritas mereka menyukai bacaan berjenis fiksi sehingga penelaahan kosakata lebih mudah membuat mereka lebih cepat menyelesaikan bacaan tersebut. Namun di sisi lain mereka menyatakan bahwa tidak semua bab dibaca, hanya beberapa bab yang dianggap penting untuk dibaca saat itu saja yang dibaca sampai tuntas. Itu artinya pengguna tersebut hanya membutuhkan spesifik objek. Biasanya pengguna yang seperti ini masuk dalam kategori memiliki literasi secara fungsional. Dimana pada tingkatan literasi ini akan memilah-milah bacaan sesuai dengan kebutuhannya saja. Mereka memiliki pengetahuan dasar mengenai objek yang dibaca.
Berbeda dengan responden yang membutuhkan waktu lebih dari 180 menit untuk menyelesaikan bacaan, mereka pada umumnya minim bahkan tidak memiliki pengetahuan dasar terhadap bacaan yang sedang dibaca atau dengan kata lain ini merupakaan pengetahuan baru sehingga membutuhkan waktu yang cukup panjang. Lebih lagi biasanya mereka butuh jeda waktu membaca, artinya menuntaskan 1 judul buku tidak dilakukan dalam 1 hari tetapi kontinyu di hari kemudian. Jenis bacaannya seperti novel dan buku nonfiksi. Di sisi lain responden yang membutuhkan waktu berkisar 90 – 120 menit yang pada umumnya mayoritas responden membaca buku fiksi sejenis teenlit dan komik, dengan jumlah bab yang terbatas dan halaman yang tidak terlalu banyak. Dari tinjauan istilah yang dipergunakan juga familiar dan sederhana sehingga membutuhkan waktu yang tidak terlalu lama untuk penyelesaian.

Indikator berikutnya yaitu membahas tentang mengukur jumlah membaca buku di iKalbar. Intensitas membaca buku menjadi indikator pengukuran pada dimensi kebiasaan membaca. 46,4% responden mengatakan mereka biasanya memaksimalkan kuota peminjaman per pengguna di iKalbar yakni 2 eksemplar per 1 pengguna. Namun 36,6% responden hanya meminjam 1 eksemplar dengan alasan buku lainnya yang diinginkan tidak tersedia. Indikator ini berkaitan pula dengan lamanya masa peminjaman yang mereka lakukan. 40,2% responden melakukan peminjaman koleksi tersebut sampai batas waktu peminjaman berakhir. Sedangkan 30,5% lainnya mengembalikan sebelum batas waktunya berakhir.

Seringnya akses dan banyaknya jumlah koleksi yang dipinjam menandakan adanya respon positif dari masyarakat sebagai pengguna iKalbar, mereka sudah memiliki keinginan untuk membaca. Peneliti mengindikasikan bahwa semakin sering pemustaka meminjam buku di perpustakaan, semakin tinggi juga minat baca pemustaka. Hal ini karena didorongnya rasa keinginan untuk membaca tersebut. Pemustaka yang memiliki minat membaca memiliki kosakata yang lebih baik. Mereka yang tertarik membaca lebih cenderung memperhatikan, berpartisipasi, bahkan terlibat secara efektif selama membaca untuk memperoleh kosakata yang berhubungan dan lebih kompleks (Malin et al., 2014).

Untuk indikator terakhir yaitu indikator mengenai tujuan membaca. Hasilnya, 72% responden menyatakan mereka membaca buku di iKalbar untuk hiburan. Akan tetapi, 85,4% responden juga menyatakan mereka membaca buku di iKalbar karena tuntutan tugas atau pendidikan, dan 23,2% responden yang membaca buku di iKalbar karena keinginan menambah pengetahuan di luar kesenangan dan tugas pendidikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pemikiran Chen yang menyatakan manfaat e-learning yang didukung perpustakaan digital diantaranya: meningkatkan kemahiran, meningkatkan sumber daya pendidikan yang komprehensif, dan menyediakan akses mudah ke sumber daya perpustakaan digital bagi siswa dan pendidik (Chen & Lin, 2014).