Analisis Program Library Creative Center Pada Dinas Perpustakaan Dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat

oleh : Atiqa Nur Latifa Hanum, Sisilya Saman, Sahidi (FKIP Universitas Tanjungpura)

0
309

PENDAHULUAN

Pemanfaatan perpustakaan kini tidak sebatas hanya untuk membaca saja tetapi berkembang sebagai co-working space, ruang diskusi ilmiah, bahkan creative space. Namun tidak semua perpustakaan memiliki kemampuan bertransformasi secepat itu. Indonesia yang masih dalam transisi dari negara berkembang ke negara maju memerlukan perbaikan dari sisi sumber daya manusia yang andal. Salah satunya melalui perpustakaan, diharapkan dapat menjembatani terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas dan kompetitif. Sehingga munculah inisiasi dari Perpustakaan Nasional RI agar semua perpustakaan khususnya perpustakaan umum berkembang sebagai sarana inklusi sosial.

Menilik dari maknanya, inklusi sosial adalah upaya menempatkan martabat dan kemandirian individu sebagai modal utama untuk mencapai kualitas hidup yang ideal. Melalui inklusi sosial, program peduli mendorong agar seluruh elemen masyarakat mendapat perlakuan yang setara dan memperoleh kesempatan yang sama sebagai warga negara, terlepas dari perbedaan apapun. Inklusi sosial adalah sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka, mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan (Warsilah, 2015).

Berdasarkan pemaknaan tersebut maka bisa disimpulkan bahwa sebenarnya implementasi inklusi sosial menjadi solusi atas kurangnya kemampuan dan keterampilan masyarakat. Penerapan inklusi sosial di perpustakaan akan memberi dampak positif jika masyarakat sasarannya tepat. Dengan demikian, masyarakat akan mendapat dampak perubahan secara langsung yang berimbas pada peningkatan kesejahteraan baik dalam bidang pendidikan maupun ekonomi melalui pelibatannya dalam program transformasi perpustakaan.

Hal tersebut yang mendasari semua perpustakaan umum, termasuk Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat membuat inovasi layanan baru, yakni program Library Creative Center yang selanjutnya disingkat LCC. Awalnya layanan ini hanya memfasilitasi para mahasiswa dan komunitas tertentu untuk berbagi kreativitas dan ide sehingga para anggota dan masyarakat umum bisa mendapatkan ilmu dan pengetahuan baru. Jadi hanya sebatas kegiatan saja. Namun mulai tahun 2018, Perpustakaan Nasional RI mengajak dinas perpustakaan provinsi bertransformasi menjadi perpustakaan berbasis inklusi sosial dimana kegiatan yang dilaksanakan harus memberikan dampak langsung kepada masyarakat yang terlibat.

Sejauh ini beberapa program telah berhasil dilaksanakan oleh bidang pengembangan sumber daya Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat dengan melibatkan masyarakat dalam setiap kegiatannya seperti pelatihan bahasa Inggris, craft bagi Ibu-Ibu rumah tangga, dan belajar tahsin. Kegiatan ini disambut baik oleh masyarakat, namun dalam implementasinya tidak dapat dilakukan setiap waktu secara rutin. Hal tersebut terkendala karena anggaran yang terbatas yang hingga pada saat ini masih mengandalkan APBD dan kurangnya sinergi dengan pihak lain. Oleh sebab itu, mereka masih menjadikan LCC sebagai wadah kreativitas masyarakat saja. Sangat disayangkan jika manfaat yang besar dari program ini tidak dirasakan oleh masyarakat luas yang benar-benar membutuhkan. Perlu adanya strategi, monitoring, serta evaluasi agar program dapat berkembang membantu masyarakat.

Mengingat bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalimantan Barat masih yang terbawah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2020), IPM Kalimantan Barat menurut provinsi berada diperingkat 29 dari 34 provinsi yang ada di Indonesia. Beberapa daerah di Kalimantan Barat butuh perhatian dan percepatan program perpustakaan berbasis inklusi sosial agar SDM di Kalbar dapat bangkit dan bersaing dengan provinsi lain (Statistik, 2021).

Program LCC pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat mengemban tugas yang besar yang seharusnya bukan semata hanya sebagai wadah kegiatan saja tetapi diharapkan menjadi role model bagi perpustakaan umum di setiap kabupaten. Ada strategi yang dapat dilakukan seperti: 1. Make the library a welcoming place 2. Being kind, personable, and compassionate can go a long way 3. Librarians also need to understand their users, free from preconceived assumptions 4. We need to listen 5. We need to re-imagine how our library needs to look to accommodate user needs (Gill, 2001).

Berdasarkan uraian tersebut, maka fokus permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana program LCC dapat mendorong pelibatan masyarakat sehingga berdampak langsung bagi masyarakat pemakai. Tujuannya untuk menganalisis program LCC yang ada pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat sehingga dapat menjadi role model perpustakaan berbasis inklusi sosial bagi perpustakaan umum lainnya di Kalimantan Barat.